Minggu, 23 Februari 2020

Mahasiswa Banyak Masalah

Mahasiswa adalah makhluk Tuhan yang diberi anugerah untuk berpikir lebih panjang. Namun tidak sedikit Mahasiswa yang melalui jalannya dengan mulus. karena begitu banyak kemungkinan yang terjadi dalam menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Sebut saja si Mahasiswa banyak masalah dalam postingan kali ini.
Kita sering mendengar celotehan anak SMA yang terkadang membuat kita (bagi mahasiswa) tersendat menahan tawa. Seolah percaya diri mereka bertekad kepada teman sebayanya ingin mendeklarasikan dirinya dengan berkata "saya mau lanjut kuliah" - "saya mau kuliah biar pinter" - "kalau kuliah nanti saya mau sambil kerja, biar dapet penghasilan juga" - "saya mau kuliah ... saya mau kuliah..."
Namun apa yang terjadi ketika sudah masuk perkuliahan?

Semester 1

Masa keemasan. Maba semangat-semangatnya kuliah. Biasanya di malam sebelum esoknya dimulai perkuliahan mereka mengadakan ritual semacam nongsi atau sejenisnya baik pribadi atau berkawan.
Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan baru. itu biasa... hehe
Selepas malam mandi pagi, padahal langit masih gelap. bahkan enggak biasanya bangun pagi karena jarang bangun pagi.
Buru-buru berangkat karena khawatir takut ketinggalan mata kuliah.
Tiba di kampus. Jalan pun pelan sambil sepatunya agak diangkat dikit supaya enggak terlalu kebentur tanah. maklum... sepatu baru.
Senang rasanya punya temen baru dan ngerasain suasana kegiatan belajar yang beda dari masa sekolah ketika SMA.
Cewek kadang pake bedaknya ditebelin tuh... nah kalau cowok jagonya style di rambut. uhuy...
Pokoknya segala usaha dilakukan agar supaya terlihat necis.

Semester 2

masih semangat-semangatnya kuliah. Semester satu belum selesai dikenal sama temen kelas sendiri. tools kecantikan masih di ritsleting paling depan.
Mulai deh kenal beberapa temen baru. jadinya pulang ngampus enggak langsung ke kostan, mampir dulu di abang baso.
Tenang... Santai... (dalam pikirnya).
Begitulah yang dirasakan mahasiwa semester awal-awal.

Semester 3

Masa Perak. dari sini udah mulai kenal temen kelas muka tapi masih kadang suka ketuker namanya. bahkan kadang udah nemuin calon do'i. apasih? hehe
MK masih dilakoni, hangout enggak berenti-berenti.
Tapi OMG ternyata tugas makin banyak. Hampir setiap MK materinya minta dibuatkan makalah.
Akhirnya makin akut buat hangout sama temen. ngakunya sih mau ngerjain tugas. Tapi pas udah di lesehan malah nge-lambe turah.
Endingnya ngerjain tugas tetep di kostan masing-masing sambil bagi-bagi pembahasan.

Semester 4

Beberapa temen kelas udah tau hal pribadinya. dari mulai tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah (gegara pas hangout sempet kumpul di salah satu rumah temen sekelas), atau bahkan udah ada yang ngegaet do'i.
Apa lagi ya...
oh iya. biasanya udah mulai bisa ngebandingin tuh mana mahasiswa yang aktif dan pasif.
Nasib si mahasiwa pasif. Bawaannya suka males tuh kalau sekelompok sama temen yang maunya terima jadi. kan kesel... Istilah di kampus sih biasanya "mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang)".
Lalu bagaimana dengan mahasiswa aktif?
Ya dia masuk ke kelas-kelas, orasi... mencalonkan diri sebagai ketua HMJ dengan tim pendukung tentunya.
Setelah masuk UKM kadang kuliahnya banyak ketinggalan kelas. maklum.. Aktivis yekan !
Eh tapi tergantung juga sih....
Saat itulah mereka berjaya di masanya.

Semester 5

Masa perunggu. Ya Tuhan... persediaan make up ternyata udah mau habis, minyak rambut tinggal sisa. Mau beli lagi tapi takut enggak kebayar sewa kostan. Mau minjem ke temen enggak enak.
Muka udah beda, kerut dan flek hitam udam mulai kelihatan.
Males ngampus. sebelum masuk kelas mampir dulu ke kantin, duduk lalu ngambil HP di kantong terus buka Whatsapp. Typing... "Temens, saya titip absen dulu ya, soalnya masih di jalan".
Kalau masih belum di respon lanjut hubungi ketua kelas minta izin buat datang telat. begitulah alasannya.
Akhirnya MK kedua baru masuk kelas dengan kancing kemeja paling atas belum dislotin. Sengaja... Entah apa tujuannya.
Narik kursi dari depan ke belakang, duduk lalu berpikir dan tersadar dalam hati "Ya tuhan, saya salah jurusan". begitu dan begitu sepanjang waktu.

Semester 6

Mas¥a Allah. "saya kuliah kok gini amat", "enggak kuat rasanya pengen berenti aja", "mah... pah... saya lelah".
Menggerutu hingga larut. Rasanya serba salah dengan apa yang sedang terjadi dan merasa bingung sendiri apa yang mau dilakukan.
Memang sudah waktunya. Semakin naik semester semakin banyak pula tindakan yang harus dipertanggung-jawabkan.
Seolah terombang-ambing dalam dilema perkuliahan.
Berusaha mempertahankan idealis namun "saya mulai oleng".
Apalah daya. Menjalani hari demi hari sampai tiba waktunya Ujian Akhir Semester (UAS).
Kurang lebih seperti itulah pahit manisnya dunia perkuliahan.
Dalam postingan sebelumnya saya sudah mengkisahkan hiruk puriknya perjuangan di semester selanjutnya.
Baca juga: Seberapa penting sebuah judul

Tak ada lagi masalah, melainkan anugerah

Setiap manusia mempunyai masalah yang berbeda-beda. Sama halnya seperti Mahasiswa tentu banyak masalah yang harus dihadapinya.
Bisa dimulai dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepada Mahasiswa fresh garduate.
"Setelah lulus mau kemana?"
"Masih mau lanjut kuliah atau kerja?"
"Sudah kerja atau mengajar, dimana? penghasilannya berapa?"
"Sudah siap menikah, mana calonnya?"
Tadi malam saya membaca sebuah buku karangan Emha Ainun Nadjib dengan judul bukunya "Sedang Tuhan pun Cemburu".
Dalam buku tersebut saya membaca sebuah paragraf "Orang yang punya gelar (akademisi ataupun kebangsawanan) selalu dianggap "di atas rara-rata". Dengan demikian, "manusia rata-rata" bersifat ndangak kepadanya. Tak peduli apakah ia punya fungsi atau reputasi yang sesuai dengan gelarnya atau tidak".
Saya coba memahami kutipan diatas sehingga Saya memikirkan apa kata orang ....
Kata orang "Ijazah itu perlu". Tapi nyatanya Ijazah tidak mampu menjamin kredibilitas seseorang menjadi manusia berilmu. Bukan pula menjadi tanda sudah selesai menuntut ilmu.
Justru legalitas tersebut merupakan PR baru yang harus dikerjakan.
Begitu banyak tuntutan dari berbagai situasi. Sarjanawan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Maka dengan situasi tersebut ia akan merasakan bagaimana kerasnya persaingan. Sementara pribadinya harus mempertahankan keagungan idealismenya sendiri.
Bersaing menjadi robot industri pendidikan yang harus berhati-hati agar tidak rusak sebelum laku di pasaran karena industri tidak menerima klaim garansi.
Belum lagi melihat kondisi orang tua yang semakin hari terlihat lebih tua dari hari ke hari namun tidak pernah pamrih kepada kebanggaanya agar tetap bisa bertahan hidup.
Lalu masalah apalagi?
Kata orang "minimal harus S1". Kiranya  seorang sarjanawan telah mendapatkan gelarnya namun masih sulit mendapatkan pekerjaan.
"Welcome to Indonesia" jika Anda masih mengalaminya. Dimana yang dipertanyakan adalah legalitas, bukan kualitas.
Jika kita berbincang tentang Mahasiswa banyak masalah sudah barang tentu menjadi pembahasan yang menarik sekaligus menantang.
Oleh sebab itu, bergegaslah...
Jangan sampai gelar di namamu menjadi belenggu. Kendalikan prilaku dan terus bungkam rasa malu. Baiknya kini hanya melaju.
Kini tugasmu hanya satu, yaitu membuat dirimu bermutu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar